Mahasiswa takut pada Dosen…
Dosen takut pada Dekan…
Dekan takut pada Rektor…
Rektor takut pada Menteri…
Mentri Takut pada Presiden…
Presiden Takut pada Mahasiswa…
(Taufik Ismail, 1998)
Mengapa Mahasiswa?
Mengapa mahasiswa harus mempunyai
sikap kritis, peka, peduli, dan haus akan informasi dan pengetahuan? Jawaban
dari pertanyaan ini merupakan jiwa atau ruh yang harus disadari dan dimiliki
oleh setiap mahasiswa dalam setiap aktivitas yang dilakukan serta sebagai dorongan
dan motivasi untuk terus memberikan kontribusi untuk kejayaan bangsa dan
negara.
Pertama, mahasiswa sebagai bagian dari pemuda mempunyai peran dan
fungsi yang sangat mulia dalam tataran berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
Sejarah telah membuktikan bahwa mahasiswa berperan besar dalam membangkitkan
semangat kemajuan di bangsa ini. Peran dan fungsi tersebut antara lain:
mahasiswa adalah “iron stocks” atau gudang calon pemimpin bangsa di masa
depan. Mereka ditempa dan dididik di perguruan tinggi untuk menjadi seorang
calon pemimpin bangsa yang memang nantinya layak mengisi pos – pos tertentu
baik sektor pemerintah maupun swasta. Karena itu, calon pemimpin bangsa tidak
hanya sekedar membekali diri dengan kecerdasan pikiran melainkan dengan
kecerdasan spiritual agar menjadi pemimpin yang kuat menahan godaan dunia dan
jernih dalam berpikir dan bertindak. Mahasiswa adalah “social control”,
yaitu pengontrol sekaligus pengevaluasi kebijakan – kebijakan pemerintah yang
dianggap tidak berpihak pada rakyat (sosial). Selain itu, mahasiswa adalah “the
guardian values” atau penjaga nilai – nilai. Mahasiswa sebagai kaum
intelektual harus mampu mentransfer pemikirannya kepada masyarakat melalui
teladan dan karya nyata untuk menjaga nilai – nilai kebaikan dalam masyarakat.
Mahasiswa sering juga disebut “agent
of changes” atau kaum intelektual. Seseorang yang memiliki kemampuan dan
ketrampilan tertentu, mempunyai persepsi holistic. Artinya mereka mampu
melihat, menafsirkan, dan menyimpulkan gejala sosial secara utuh menyeluruh dan
saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Mereka mampu berpikir kritis,
kreatif, spekulatif, deduktif, dialektik, dan mereka selalu berpikir kearah
perubahan.[2]
Kedua, mahasiswa adalah bagian terbesar dari civitas akademika
perguruan tinggi, dimana setiap perguruan tinggi di Indonesia mempunyai tri
dharma perguruan tinggi sebagai dasar perguruan tinggi begerak yaitu pendidikan,
penelitian, dan pengabdian masyarakat. Ketiga nilai tersebut juga harus
menjadi ruh atau jiwa setiap mahasiswa dalam melakukan setiap aktivitasnya,
yaitu mahasiswa harus mempunyai kemampuan mendidik, meneliti, serta mengabdikan
diri kepada masyarakat. Begitulah lingkaran peran mahasiswa yang sesungguhnya.
Mahasiswa yang hanya mementingkan nilai dan kuliah dikelas tanpa peduli kepada
kondisi masyarakat, maka ia belum layak disebut mahasiswa sejati. Mahasiswa
yang hanya pandai beretorika di organisasi mahasiswa kampus tanpa pernah
menggunakan retorika dan kemampuannya dalam fungsi pengabdian masyarakat, maka
sebenarnya mahasiswa itu hanya layak disebut mahasiswa bermulut besar.
Oleh karena itu, berdasar ketiga
nilai tri dharma perguruan tinggi tersebut, mahasiswa harus mempunyai sikap
kritis terhadap kondisi sekitarnya, peka, peduli, dan haus akan ilmu
pengetahuan dan informasi untuk kemudian memberikan apa yang mahasiswa kuasai
kepada masyarakat. Ilmu dan hasil penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa
jika tidak pernah ditransfer kepada masyakarat hanya akan bernilai nol (0).
Pengabdian kepada masyarakat beranegaka ragam bentuknya, misalnya aksi turun
kejalan, bakti sosial, pasar murah, pengobatan gratis, pelatihan dan pembinaan
di desa – desa, dll.
Ketiga, Dari jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 237 juta, 11,01 juta jiwa
(BPS) adalah mereka yang berhasil kuliah sampai perguruan tinggi. Jumlah itu
hanya sekitar 4,65% dari total populasi penduduk Indonesia. Jumlah yang kecil
dibandingkan dengan negara lainnya. Melihat betapa masih kecilnya jumlah
mahasiswa di Indonesia, apakah pernah terbersit dalam pikiran kita bahwa kita
ini adalah orang yang sangat beruntung? Beruntung karena ternyata tidak banyak
pemuda di negara ini yang berhasil mengenyam pendidikan tinggi. Kenapa?karena
pendidikan tinggi masih terlampau mahal bagi mayoritas masyarakat Indonesia.
Beruntung sekali kita bukan? Fakta lainnya adalah perguruan tinggi negeri di
Indonesia masih mendapatkan dana subsidi dari pemerintah untuk kegiatan
operasionalnya. Dana subsidi dari mana? Dana subsidi dari pajak yang dibayarkan
oleh seluruh rakyat Indonesia di seluruh pelosok tanah air. Oleh karena itu,
kita sebagai segelintir orang yang berhasil mengenyam pendidikan tinggi dan
mendapatkan santunan dari pajak yang dibayar oleh seluruh rakyat Indonesia,
Akankah masih saja memikirkan kepentingan diri sendiri?TIDAK. Ini adalah
konsekuensi dan tanggung jawab moril yang kita emban, untuk membalas budi baik
seluruh rakyat Indonesia dengan kepekaan, kepeduliaan, dan keinginan menggali
sedalam-dalamnya ilmu pengetahuan dan teknologi demi kesejahteraan seluruh
rakyat Indonesia.
Sejarah telah membutkikan bahwa
mahasiswa selalu berada dalam garda terdepan kemajuan dan perubahan sebuah
bangsa, “Sejarah telah membuktikan bahwa perubahan tradisi berpikir suatu
bangsa seringkali diubah secara mendasar oleh para mahasiswa. Seperti perubahan
tradisi berpikir masyarakat Perancis yang mengalami perubahan sangat
fundamental setelah ada revolusi mahasiswa pada 1968” (Zanuba
Wahid-Membangun (Kembali) Kesadaran Kritis Mahasiswa-2008).
Pada hakikatnya mahasiswa adalah fase
dimana manusia berada pada masa kalkulatif (tercerahkan) oleh ilmu pengetahuan
yang diperolehnya. Sudah sepantasnya orientasi pergerakan mahasiswa dan
organisasai mahasiswa adalah untuk menumbuhkan kemampuan intelektualitas.
Kemampuan yang bukan hanya memfokuskan pada kekuatan tetapi juga daya kritis
untuk merespon isu-isu kekinian. Disinilah mahasiswa harus mampu menampilkan
fakta-fakta terkait problematika masyarakat yang sesungguhnya. Disinilah mahasiswa
dituntut dengan kemampuan intelektualitasnya, untuk mampu mencari solusi
sekaligus memecahkan akar permasalahan tersebut[3].
Ini lah jiwa, ruh, dan semangat yang
harus disadari dan dimiliki oleh setiap mahasiswa bahwa setiap aktivitas yang
dilakukannya akan selalu mempunyai hubungan dengan bangsa, negara dan
masyarakat. Karena itu, jiwa dan pikiran serta tindakan mahasiswa adalah
kritis, peka, peduli, dan haus pengetahuan.
Peran Organisasi Mahasiswa
Sikap kritis, peka, peduli, dan
keinginan untuk menggali ilmu pengetahuan serta berkontribusi untuk masyarakat
selama ini sering muncul dan tersemai subur dari keberadaan organisasi
mahasiswa baik intra maupun ektra kampus. Sejarah dan fakta kekinian juga
membuktikan bahwa merekalah yang aktif di organisasi mahasiswa yang dengan
sadar dan lantang memberikan pembelaan, kritik, masukan, serta aksi nyata untuk
memperbaiki kondisi masyarakat di negara ini, dengan berbagai cara yang mereka
bisa dan kuasai.
Organisasi mahasiswa mempunyai peran
dan fungsi yang sangat vital dalam menumbuhkan dan menyemaikan nilai – nilai
esensi dan perjuangan mahasiswa. Selain itu, mahasiswa adalah wadah yang sangat
efektif untuk menumbuhkembangkan kemampuan mahasiswa terutama soft-skill
dan life-skill. Organisasi mahasiswa adalah tempat untuk mengembangkan
Emotional Quotient (EQ) dan Spiritual Quotient (SQ).
Organisasi mahasiswa tidak hanya
sekedar event organizer yang hanya mengadakan event parsial dan sporadis
semata, seperti seminar, pelatihan, dan kuliah umum. Organisasi mahasiswa lebih
dari sekedar hubungan formal dan komunikasi publik. Organisasi mahasiswa adalah
lembaga kaderisasi dan lembaga pengembangan diri. Organisasi mahasiswa adalah
tempat bersemainya budaya intelektualitas mahasiswa, tempat dimana mahasiswa
berlatih menjadi seorang intelektual muda sejati dan sebagai agen
penumbuh 3 pilar budaya seorang intelektual yaitu membaca, menulis, dan
diskusi.
Organisasi mahasiswa membutuhkan
hubungan personal dan emosi yang sejalan. Jika organisasi ingin dijadikan
keluarga, lalu keluarga yang seperti apa? Perlu adanya kepedulian yang bersifat
personal di dalam keluarga. Tentunya asas perbedaan akan mewarnai dalam suatu
keluarga. Perbedaan itu yang dapat menjadi stimulus bagi kita untuk menjadi
dewasa, sikap saling menerima dan saling melengkapi[4]. Organisasi mahasiswa berisikan oleh
mahasiswa dengan berbagai macam cara pandang sehingga selalu memunculkan
dinamika, karenannya organiasasi mahasiswa adalah sarana menuju kedewasaan
personal dan juga spritiual.
Berdasarkan hal tersebut maka
organsiasi mahasiswa dituntut untuk terus meningkatan kualiatas dirinya dan
peningkatan pelayanan terhadap masyarakat mahasiswa. Sebagai miniatur
pemerintahan negara dalam penyelenggaraan negara yang semestinya dilakukan oleh
aparatur negara. Maka, organisasi mahasiwa harus meng-adopsi prinsip-prinsip
pemerintahan layaknya dalam sebuah negara dan dikolaborasikan dengan prinsip
sebagai organisasi pengkaderan dan perjuangan. Dengan demikian,
satu media yang dapat membentuk kematangan mahasiswa dalam hidup bermasyarakat
ialah organisasi. Dengan senantiasa ber-organisasi maka mahasiswa akan
senantiasa terus berinteraksi dan beraktualisasi, sehingga menjadi pribadi yang
kreatif serta dinamis dan lebih bijaksana dalam persoalan yang mereka hadapi[5].
Ada beberapa salah persepsi dan
penyempitan makna jika berbicara mengenai organisasi mahasiswa maupun aktivis
mahasiswa. Sering kali banyak salah pemahaman tentang makna, peran dan fungsi
organisasi mahasiswa. Banyak orang yang salah mempersepsikan bahwa organisasi
mahasiswa hanya berkutat dengan dunia sosial-politik dan pekerjaan utamanya
adalah demo atau aksi turun ke jalan. Tidak semua organisasi mahasiswa selalu
berorientasi politik. Organisasi mahasiswa mempunyai peran dan fungsinya
menurut tujuan organisasi mahasiswa tersebut dibentuk, misalnya organisasi
mahasiswa di bidang minat bakat, kesenian, budaya, sosial, sosial-politik,
riset, dan kewirausahaan. Selain itu, aktivis mahasiswa seringnya dialamatkan
kepada mereka yang aktif di organisasi mahasiswa yang berbau sosial-politik,
seperti BEM dan SENAT. Padahal, semua pengurus organisasi mahasiswa, apapun
organisasinya, adalah aktivis mahasiswa. Karena aktivis mahasiswa, adalah
mereka yang aktif dan memberikan timbal balik manfaat kepada organisasi dan almamaternya.
Pada intinya, semua organisasi mahasiswa (apapun tujuan organisasinya)
adalah sarana yang efektif untuk belajar menjadi dewasa, belajar mengembangkan
soft-skill, life-skill, EQ dan SQ yang nantinya akan bermanfaat saat masuk ke
dunia masyarakat yang sesungguhnya. Apapun organisasi dan tujuannya, yang
terpenting adalah bagaimana organisasi itu bisa menumbuhkan nilai, sikap,
dan karakter kritis, peka, peduli, dan haus ilmu pengetahuan serta peningkatan
kapasitas diri kepada seluruh anggotanya sehingga dapat dihasilkan mahasiswa
yang sesungguhnya.
Sikap Kritis
Sikap kritis sering disalahpahami
sebagai sikap negatif karena sering dianggap atau dipersepsikan sebagai sikap
menentang dan melawan. Sikap kritis juga dianggap sebagai sikap ketidakpercayaan
kepada orang lain. Sikap kritis juga hanya seringnya dihubungkan dengan
demonstrasi mahasiswa atau aksi masa yang berujung bentrokan dan kerusuhan
masa. Seringkali kesempitan pemaknaan ini terjadi di kalangan masyarakat kita,
bahkan masih banyak mahasiswa yang berpikir seperti itu. Apakah sikap
kritis adalah hanya yang demikian?
Telah banyak teori dan penjelasan
mengenai sikap kritis. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut: 1) sikap
kritis dimaknai sebagai kemampuan berpikir objektif. Mahasiswa dapat melihat
sisi poitif dan negatif suatu masalah secara seimbang, sebelum akhirnya membuat
keputusan. Mahasiswa selalu bisa mempertimbangkan segala sesuatunya secara
bijaksana, proporsional atau seimbang tanpa dibumbui rasa emosi yang
berlebihan. 2) Sikap kritis adalah menyampaikan sesuatu sesuai dengan kondiri
riil sesuai dengan realita. 3) Kritis juga berarti bisa mengevaluasi apa yang
ditangkap dengan apa yang disampaikan sehingga menemukan kejelasan. Misalnya,
dalam diskusi mahasiswa senantiasa meluaskan materi atau menghubungkan dengan
beberapa informasi, fakta, ide sehingga akan diperoleh kejelasan yang lebih
holistik. Sedangkan, mengkritik berarti menanggapi dengan perspektif tertentu,
diikuti pernyataan solutif sebagai masukan atas kekurangan yang ada. Tanggapan
tanpa saran konstruktif bagai teori yang tak didukung dalil ilmiah yang valid5.
Pada intinya, sikap kritis adalah
bagaimana melihat sesuatu hal dengan cara yang lebih objektif dan seimbang,
mencari kaitannya dengan kondisi, informasi, atau fakta lain sehingga diperoleh
kondisi yang lebih holistik atau menyeluruh. Kondisi ini akan menghasilkan
sikap yang tidak serta merta menerima apa yang terjadi kepada masyarakat atau
kondisi di sekitarnya. Sikap kritis disini adalah bertujuan untuk menumbuhkan
sikap peka, peduli, dan motivasi atau semangat untuk terus menggali informasi
dan pengetahuan sedalam – dalamnya agar diperoleh mahasiswa yang
berintelektualitas tinggi, tidak hanya bermanfaat untuk dirinya sendiri dan
kampus, melainkan untuk masyarakat, bangsa, dan negaranya.
Sikap kritis tidak selalu hanya
ditunjukan dengan aksi dan demontrasi turun ke jalan memprotes kebijakan
pemerintah, meskipun itu adalah salah satu bentuk dari sikap kritis, peka dan
peduli terhadap kondisi masyarakat. Seperti yang telah dijelaskan diawal
tulisan ini, bahwa menunjukan sikap kritis, peka, dan peduli serta kehausan
menggali ilmu pengetahuan dapat dilakukan dengan, misalnya, diskusi, menulis di
media massa, bakti sosial, dan sarana lain yang dapat mengundang kesadaran
publik terhadap sesuatu. Misalnya, sekelompok mahasiswa aktivis lingkungan yang
tergabung dalam organisasi lingkungan, ingin mengkritik pemerintah sekaligus
menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya sumber daya air di Kota
Semarang, melakukan aksi membagikan botol minuman kepada masyarakat, aksi damai
di Tugu Muda Semarang, dan melakukan press release di media massa kota,
serta melakukan kampanye di kampus – kampus. Itulah beberapa contoh aksi nyata
dari sikap kritis, peka, dan peduli terhadap kondisi di sekitar mahasiswa.
Mahasiswa adalah kaum intelektual,
mampu berpikir secara mendalam dan tajam dalam menyikapi sesuatu masalah serta
bersikap bijaksana dan dewasa yang pada muaranya adalah untuk kemajuan
institusi, masyarakat, bangsa dan negara.
Menumbuhkan Sikap Kritis dan Haus Pengetahuan Serta Informasi
Kesadaran kritis yang melampaui tabir
asap itu sesungguhnya bisa dibangun dengan tradisi berpikir relasional (melihat
suatu masalah atau fakta tidak semata-mata dari substansinya, tetapi dalam relasinya
dengan masalah dan fakta lain) dan “outward looking” (melihat
masalah atau fakta di dalam negeri dalam perspektif geo-politik, geo-ekonomi
dan geo-kultural dalam konteks hubungan internasional, khususnya hubungan
antara negara Dunia Pertama dan Ketiga)[6].
Sikap kritis akan berkorelasi dengan
tingkat intelektualitas mahasiswa. Hal ini lah yang akan membedakan mahasiswa
yang berkualitas dengan yang kurang berkualitas. Menumbuhkan sikap kritis
melalui peningkatan intelektualitas mahasiswa tersebut dilakukan dengan
menumbuhkan budaya membaca, menulis, dan diskusi dikalangan
mahasiswa sehingga akan tercipta amosfer kampus yang dinamis dan solutif yang
mampu menciptakan mahasiswa dengan kapasitas kelimuaan dan intelektualitas
tingkat tinggi. Tentunya hal tersebut perlu adanya sinergisitas dan kerja
bersama antara birokrat kampus, dosen, dan organisasi mahasiswa.
Berikut adalah beberapa hal yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan sikap kritis, kepekaan, kepeduliaan terhadap
kondisi sekitar, dan keinginan untuk terus berkembang antara lain:
- Sering terlibat dalam lingkungan yang dinamis
- Perluas wawasan
- Cari tahu dan ambil kesempatan
- Komitmen dan teguh
- Berusaha optimal
- Terus besemangat dalam belajar dan berlatih
- Berani mencoba dan berani gagal
- Nikmatilah
- Selalu berusaha dekat dengan Yang Maha Kuasa
- Mulai lah dari hal yang kecil
Sedangkan, berikut ini adalah hal –
hal yang sering menyebabkan seseorang enggan bersikap kritis, peka, dan peduli,
diantaranya:
- Fanatisme
- Kurangnya Pemahaman Pada Suatu Kasus
- Merasa Paling Pintar
- Bersikap Subjektif
- Sempitnya Wawasan dan Perspektif
- Zona Nyaman
Kritis yang Etis, Analitis dan Solutif
Banyak pendapat yang sering mengatakan
bahwa dalam menyampaikan pendapatnya, mahasiswa cenderung emosional dan kurang
menampilkan argumentasi-argumentasi rasional. Padahal, keterlibatan aktif
mahasiswa dengan kondisi masyarakat memerlukan dasar-dasar logis agar
dapat difahami dan diterapkan anggota masyarakat khususnya masyarakat kecil dan
miskin[7].
Pendapat tersebut barangkali yang
sekarang ini mulai dipercayai oleh sebagian masyarakat Indonesia, bahwa
mahasiswa Indonesia hanya bisa berteriak – teriak di pinggir jalan, meneriakan
keadilan tanpa memahami betul permasalahan apa yang sebenarnya mereka sedang
perjuangkan. Hal ini juga yang membuat mindset masyarakat kepada aksi dan
demonstrasi mahasiswa cenderung negatif karena berujung pada anarkisme dan
kerusuhan.
Mahasiswa sebagai kaum intelektual
dalam menunjukan sikap kritis, peka, dan pedulinya harus juga dilakukan dengan
cara – cara yang intelek, elegan, dan bijaksana. Karena itu, dalam mengeluarkan
sikap kritisnya mahasiswa harus berpedoman atau memegang teguh prinsip etis
(sesuai norma), analitis (mengadakan analisa sehingga mempunyai data kuat
mengenai sesuatu masalah), dan solutif (mempunyai solusi terhadap masalah yang
sedang diangkat). “Pribadi berilmu nan santun jauh lebih terhormat
daripada memiliki sejuta ilmu tanpa akhlak mulia”[8].
Sesungguh sikap dan karakter seperti
itulah yang bisa disebut sebagai mahasiswa sejati: sang intelektual, sang
perubahan.
Semangat Berprestasi dan Berkontribusi (tindakan)
Motivasi atau semangat berprestasi
merupakan faktor primer seseorang agar berhasil mencapai sesuatu. Hal ini
didasarkan atas kesadaran pribadi yang akan menggerakan seseorang untuk
melakukan tindakan. Mahasiswa dapat meraih prestasi tinggi jika ia mempunyai
kesadaran tinggi yang dapat mendorong dirinya sendiri untuk meraih apa yang ia
telah rencanakan. Kesadaran mencapai sesuatu dapat dicapai jika mahasiswa mampu
memahami makna atau esensi keberadaannya di kampus dan kehidupan ini. Persepsi ini
dapat dicapai mahasiswa dengan menyerap dan mengolah informasi dari
lingkungannya (baca: kampus). Persepsi positif terhadap kampus dapat
menumbuhkan semangat berprestasi. Mahasiswa yang mempunyai persepsi positif
terhadap kampusnya mempunyai motivasi berprestasi yang jauh lebih besar kepada
kampusnya untuk mengharumkan almamaternya.
Semangat berprestasi jika tidak
diimbangi dengan semangat berkontribusi kepada almamater, masyarakat, dan
bangsanya maka hanya akan menghasilkan mahasiswa – mahasiswa yang egois, egois
dengan prestasi personalnya masing – masing. Karenanya, sikap kritis, peduli,
dan peka terhadap kondisi di sekitar kita harus kemudian membawa penumbuhan
motivasi beprestasi dan sekaligus berkontribusi utuk kejayaan dan kemajuan
almamater, masyarakat, bangsa, dan negara. Semangat berkontribusi untuk
membangun kejayaan almamater tercinta. Karena sejatinya, kampus, masyarakat dan
negara ini tidak akan pernah menjadi apa – apa tanpa peran dari setiap kita
yang kita berikan, sesuai dengan kemampuan, keahlian, dan kapasitas kita.
The worth of a state, in the long run
is the worth of individuals composing it (John Stuart Mill).
Jika kita ingin membangun sebuah negara yang besar dan berharga, maka negara
itu harus berisikan oleh orang-orang besar dan berharga yang menyusun negara
itu. Demikian pula dengan organisasi atau pun almamater dimana kita berada,
setiap kita harus menjadi individu yang berkualitas dan berharga agar
organisasi dan almamater yang kita cintai ini menjadi berkualitas dan berharga kelak.
Setiap individu didalam almamater kita sangat menentukan seberapa berkualitas
almamater kita.
Pada akhrinya, semua landasan berpikir
dan bersikap mengenai sikap kritis, peka, dan peduli tidak akan pernah ada
artinya jika itu hanya ada didalam kata – kata atau hanya tulisan belaka tanpa
ada tindakan yang nyata untuk mewujudkannya. Jiwa dan pikiran yang sudah
tersemai dalam diri harus diwujudkan dalam aksi nyata, sikap kritis yang
membawa pada aksi praktis.
Kita belajar, berkontribusi karena
kita cinta UNDIP …….
UNDIP JAYA!!!
HIDUP MAHASISWA!!!
Download file dalam bentuk pdf. disini
[1] Ketua BEM FPIK
UNDIP 2010; Komisi Ahli Internal BEM KM UNDIP 2011, E-mail: panca.purnomo@gmail.com; Blog: http://www.pancagarden.blogspot.com
[2] Agus Dairo Beke.
2008. Pengaruh motivasi beprestasi mahasiswa, persepsi kompetensi dosen, dan
sikap mahasiswa terhadap hasil belajar mata kuliah manajemen sumber daya
mausia. Jurnal Bina Widya, volume 19, No. 3
[3] Bulletin al-Inqilaby.
Mahasiswa Kini dan Nanti,
http://www.dakwahmedia.com/suara-mahasiswa/mahasiswa-kini-dan-nanti.html
[6] Zannuba Arifah
Chafsoh Wahid. 2008. Membangun (Kembali) Kesadaran Kritis Mahasiswa,
http://www.zannubawahid.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar